Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Vaskular dan Endovaskular Indonesia (PESBEVI) sukses menggelar The 13th Indonesia Vascular Conference (INAVASC) sukses digelar oleh di Hotel Padma, Semarang 12-14 Oktober 2023.
Konferensi dokter bedah vaskular se-Indonesia itu untuk membicarakan mengenai kasus-kasus terkini yang ditangani sertapenggunaan teknologi terbaru yang akan digunakan.
Tujuannya untuk menyebarkan pengetahuan mendalam mengenai teknologi dan trik operasi penanganan pasien serta mengembangkan pelayanan tersebut di rumah sakit.
INAVASC XII mengusung tema ‘Innovations In Vascular Surgery: Pioneering The Future’. Bersama para ahli di bidangnya lokakarya dan simposium ini memberikan wawasan mendalam dan pengalaman praktis yang sangat berharga bagi ahli bedah Vaskular dan Endovaskular, dokter bedah umum, ahli bedah umum, dan perawat.
Ketua Pesbevi dr Witra Irfan Sp B Subsp BVE(K) menjelaskan, ada lima jenis workshop yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan itu.
Pertama mengupas masalah diabetic foot atau penyakit pada kaki penderita diabetes yang susah sembuh hingga akhirnya harus diamputasi. Kedua, membahas akses peralatan untuk pasien Hemodialisis (HD).
Ketiga, penanganan pasien varises dengan alat dan teknologi canggih terkini. Keempat, mengenai Endovaskular serta persiapan alat operasi bagi perawat dan dokter umum yang terlibat dalam tim. Terakhir, mengupas bagaimana cara mendekompresi kaki bengkak.
“Kita juga menghadirkan pembicara dari Tahiland, Singapura, hingga Malaysia. Untuk workshop dan simposium yang mengupas tuntas pembuluh darah arteri dan vena,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Semarang, Jumat (13/10).
Ia menyebut, penyakit pada pembuluh darah layaknya gunung es. Misalnya kaki diabet masih banyak yang ditanggung oleh BPJS.
Penyakit tersebut merupakan kelainan metabolik namun menyebabkan gangguan bedah vaskularnya lebih dominan. Sehingga, jika pembuluh darahnya tersumbat gara-gara diabet menyebabkan kaki harus diamputasi.
Ditengah banyaknya kasus tersebut, kata Irfan, sumber daya dokter untung menanganinya masih terbatas. Untuk menangani penyakit itu dibutuhkan dokter sub spesialis bedah vaskular setidaknya lima dokter di setiap provinsi. Sedangkan jumlah dokter yang expert di bidang tersebut hanya tersedia 120 di Indonesia.
“Ini yang akan kita isi diseluruh provinsi. Saat ini baru ada dua hingga tiga dokter di setiap provinsi,” tandasnya,
Ia menyadari, seiring kemajuan teknologi dan munculnya beragam penyakit menuntut para dokter perlunya menjadi spesialis. Perkembangan sejak 1976 sangat lah sedikit. Namun ia memandang sejak 2012 pertumbuhan dokter sub spesialis bedah vaskular semakin cepat.
“Antusias orang masuk ke bedah vascular dan sub spesialis bedah vaskuler cukup besar. Banyak faktor diantaranya fasilitas pendidikan kurang untuk ke sub spesialis karena butuh biaya untuk sekolahnya bahkan untuk prosesnya juga butuh pembiayaan pemerintah juga,” tandasnya.
Dengan ketersediaan dokter spesialis yang ada, Irfan berharap masyarakat semakin paham dan jangan sampai salah pilih dokter. Ia mengajak agar masyarakat meninggalkan kebiasaan buruk “shoping dokter’. Yakni melakukan pengobatan ke beberapa dokter yang belum tentu hasilnya bagus.
“Setelah beberapa kali mencoba baru ke kitakarena hasilnya gak tentu bagus,” terang Irfan.
Ia juga berharap pemerintah daerah mau mengembangkan pelayanan. Meskipun dalam prakteknya memerlukan modal yang besar.
Oleh sebab itu, kebijakan dari pusat hingga daerah juga harus disamakan. Disisi lain infrastruktur pendidikan pencetak spesialis bedah vaskular baru ada satu perguruan tinggi di Indonesia.
“Baru di Universitas Indonesia rencananya kami juga akan mengembangkan beberapa center namun karena sarananya belum adadi kita baru satu itu,” pungkasnya.